HOME _.:._ BLOG _.:._ BUSINESS _.:._ PHOTO _.:._ SEARCH

Wednesday, June 24, 2009

Menganggap Sampah Sebagai Berkah

http://www.ugm.ac.id/index.php?artikel=345&page=artikellain

Yogya, KU

Dia tidak mengeluh menghadapi kenyataan pahit: harga minyak tanah yang mahal dan sulitnya memperoleh minyak tanah. Sebaliknya dia memperoleh ide baru. Dia membuat briket sampah sebagai pengganti bahan bakar rumah tangga.

Kreasinya bermula dari rasa prihatinnya melihat kondisi masyarakat tersebut yang kesulitan memperoleh minyak tanah. Keprihatinannya semakin bertambah setelah muncul kebijakan pemerintah mengusung program konversi minyak tanah ke gas. “Saya sangat prihatin. Bayangkan saja, dulu beli minyak tanah Rp 1000an masih boleh. Besok nampaknya sudah tidak lagi”, ujarnya.

Siapakah orang yang punya kepedulian tinggi terhadap pengguna minyak tanah tersebut? Ternyata dia adalah Drs. Basriyanta, M.T, alumnus Program Magister Sistem Teknik, Fakultas Teknik UGM konsentrasi Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah/Limbah Perkotaan tahun 2007. Kini dia menekuni pembuatan briket sampah.

Sebagai orang yang peduli sampah, Basriyanta lantas mempraktekkan teori yang dia dapat di MST UGM. Diapun mereka-reka teknologi sederhana mengolah sampah menjadi briket. Dia mengembangkan teknologi tersebut bersama-sama dengan temannya ketika kuliah di MST UGM dulu. Dia bertekad mewujudkan mimpi Program Desa Mandiri Energi di Desa Sidomulyo, Bantul.

Maka, setiap hari Basriyanta membuat briket sampah. Selepas mengajar di SMK Negeri 1 Seyegan, dia sibuk mengolah sampah. Dia juga mensosialisasikan pengolahan sampah, sampai pada pembuatan produk sampah bermanfaat. Tidak hanya di Desa Sidomulyo Bantul, namun juga di desa-desa yang lain.

***

“Sampah adalah berkah. Ia bisa menjadi opportunity yang menjanjikan kesejahteraan, asal dilakukan secara bersama dengan cara membangun komunitas dan sistemnya”. Begitulah semboyan Basriyanta. Baginya, sampai kapanpun sampah adalah berkah. Oleh karena itu, dia selalu berpikir positif tentang sampah.

Basriyanta, kelahiran Bantul 12 Desember 1964, menyelesaikan pendidikan SD, SMP dan SMA di kota yang sama, Bantul Yogyakarta. Selepas SMA tahun 1983, dia melanjutkan pendidikan S1 di IKIP (UNY) Yogyakarta Jurusan Teknik Otomotif.

Dari ketekunannya mengolah sampah, Basriyanta berhasil menulis sebuah buku berjudul Memanen Sampah. Selain itu, dia juga menghasilkan sejumlah karya lmiah, diantaranya ’Pengelola Keunggulan lokal, Perancangan alat pengolah biodisel skala industri rumah tangga’, ’Perancangan alat pengolah sampah menjadi bahan bakar padat (briket sampah) dan asap cair’, serta ’Perancangan alat pembuat biogas portable’.
***
Untuk briket sampah sendiri, Basriyanta menjelaskan desain teknologinya sangat sederhana. Dikatakannya, itu hanya sebuah teknologi killen metal berbentuk drum olie, yang diatasnya dibentuk cerobong dan ditengah-tengahnya diberi selongsong.
“Dengan melakukan pembakaran selama 4 jam maka akan menghasilkan arang. Arang-arang tersebut lantas ditumbuk dan disaring. Hasil penyaringan dicampur dengan bahan-bahan perekat, dicetak, dikeringkan, maka jadilah briket sampah,” ujar Basriyanta singkat, menceritakan proses pembuatan briket sampah.
Sedikit berpromosi, Basriyanta mengatakan, briket sampah memiliki beberapa keunggulan. Katanya, nyala api briket tidak kalah dengan kompor minyak. Bahkan secara ekonomi, briket mampu menghemat pengeluaran bahan bakar sampai 50%.
“Artinya jika biasanya sehari menghabiskan Rp 10 ribu untuk bahan bakar, maka dengan briket sampah hanya menghabiskan Rp 5 ribu,” ungkap Basriyanta.
***
Mewujudkan mimpi Desa Mandiri Energi tentu tidak mudah. Apalagi dengan membawa embel-embel teknologi baru. Namun, Basriyanta tidak pernah putus asa. Dia memasang jurus jitu di lapangan. Dia tidak menggurui masyarakat kita menyampaikan idenya. Hasilnya, masyarakat merasa tertarik.
“Kuncinya ya harus bisa nguwongke. Sekali kita menggurui mereka justru akan lari,” lanjut koordinator SIET (Sentra Inovasi Energi Terbarukan).
Dengan memegang prinsip seperti itu, Basriyanta justru mendapat hasil luar biasa. Masyarakat tidak sekedar merespons, tapi justru mendukung usahanya memperlihatkan keunggulan dan kearifan lokal yang dimiliki. Masyarakat juga tertarik mengikuti jejak Basriyanta mengelola sampah.
Kini, seperti dituturkan Basriyanta, masyarakat di lingkungan Basriyanta bersedia mengolah sampah secara suka rela. Mereka bahkan terbiasa memilah sampah rumah tangga.“Mereka telah terbiasa mengolah sampah menjadi tiga, sampah organik, plastik, kaca dan logam. Ya pokoknya dengan prinsip kebersamaan, mari belajar bersama. Saya juga baru tahu seperti ini, kita harus cerita seperti itu. Mereka merasa diwongke dan bisa menuangkan pikirannya. Mereka akan merasa punya kebanggaan, sehingga akan mengembangkan pada komunitas secara efisien dan yang pasti mereka tidak mau digurui,” jelasnya lagi.
Berkat kepeduliannya pada sampah, Basritanta, suami Siti Sumarni, SP.d, dan ayah 5 orang anak ini, sampai kini masih terlibat aktif dalam Tim Pendamping program PNPM PPK Kecamatan Bambanglipuro untuk program pelatihan pengelolaan dan pengolahan sampah.
***
Sejatinya, pihak industri sudah melirik produk briket sampah milik Basriyanta. Namun ia kukuh, tidak mau menjualnya. Dalam berbagai bentuk skema kerja samapun, dia tetap menolak. Dia tetap memilih briket sampah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa.
“Setelah, dihitung-hitung saya tidak mau kalau kemudian diinvestasi, dikomersialkan dan lantas dimonopoli. Saya pingin semua itu untuk masyarakat,” ujarnya.
Meski begitu, dia membuka peluang untuk beberapa perusahaan yang siap menampung produknya, jika sewaktu-waktu produk briket sampah mengalami overload. Dalam konteks ini, dia sudah berhubungan dengan PT Citra Persada, Surabaya dan sebuah perusahaan di Mojokerto, Jawa Timur.
***
Tidak sebatas memproduksi Briket Sampah Organik, Basriyanta pun memanfaatkan uap air hasil proses pembakaran tersebut untuk dijadikan pupuk dan obat semprot serangga. Meski, pemanfaatannya belum diuji secara laboratorium.
“Proses pengarangan itu kan mengeluarkan uap air agar hasil pembakaran garing betul. Asapnya sendiri saya berfikir bisa didestilasi menjadi asap cair. Lantas dengan perbandingan 1:10 air, saya coba semprot untuk serangga di rumah saya, ternyata dalam waktu dua bulan serangga tidak kembali. Dengan demikian asapnya pun tidak mencemari,” tambahnya lagi.
Basriyantapun lantas berpikir, sekali proses di dapat dua produk sekaligus, briket sampah dan asap cair. “Masyarakatpun mengikuti. Mereka nampaknya nggak mau tahu uji labnya seperti apa, yang penting kenyataannya bermanfaat. Bahkan disemprotkan di daun, maka dalam waktu satu bulan daun-daun menjadi hijau. Ini kan jadi pupuk organik. Bahkan, kawan-kawan usul, kenapa tidak diberi nama herbisida organik,” tandas Basriyanta.
Kini di tengah mimpinya akan Desa Mandiri Energi, Basriyanta merintis dan menggagas berdirinya sebuah SMK Bioenergi di Indonesia di Sidomulyo, Bantul. Di desa kelahirannya itu, dia berharap suatu saat nanti lahir ahli-ahli Teknologi Pengolahan Sampah/Limbah, serta ahli-ahli Teknologi bidang Biofuel/Biodisel. (wawancara dan penulisan:Agung, editing: Abrar)

No comments:

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.