HOME _.:._ BLOG _.:._ BUSINESS _.:._ PHOTO _.:._ SEARCH

Tuesday, January 13, 2009

2009, Saatnya HTI Jadi Tulang Punggung

Akhir tahun 2008 diakhiri dengan sebuah keputusan penting terhadap penyidikan kasus dugaan pembalakan liar yang dilakukan terhadap 13 perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang berlokasi di Riau. Kepolisian Riau sudah secara resmi mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan alasan tak ditemukannya bukti 13 perusahaan, dari 14 perusahaan yang disidik, melakukan pembalakan liar.


Jika mengikuti kasus ini sejak awal, hasil akhir tersebut bukan kejutan. Apalagi, seperti disebut Kapolda Riau Brigjen Pol Hadiatmoko, berdasarkan keterangan saksi-saksi, tak ada pelanggaran undang-undang baik UU Kehutanan maupun UU Lingkungan Hidup yang dilakukan oleh 13 perusahaan tersebut.


Yang jelas menurut Menteri Kehutanan MS Kaban, keputusan tersebut diharapkan bisa mendorong perusahaan hutan tanaman industri untuk “ngebut” membangun areal konsesinya. “Langkah kepolisian sudah benar, karena sudah dilakukan penyelidikan berbulan-bulan tapi tidak ditemukan bukti. Ini pertanda baik untuk tahun 2009. sekarang saatnya perusahaan HTI melakukan penanaman,” kata Kaban.


Harapan yang bercampur perintah itu memang pantas dinyatakan Menhut Kaban. Sebab, sudah sejak awal HTI dirancang menjadi tulang punggung sektor kehutanan Indonesia. Tahun 2009 juga menjadi batas akhir bagi HTI yang terkait dengan industri pulp dan kertas untuk merealisasikan seluruh tanamannya seperti diatur dalam SK Menhut No.101/2004 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman Untuk Pemenuhan bahan baku Industri Pulp dan Kertas.


Wajar juga jika lecutan untuk mempercepat pembangunan hutan tanaman dilontarkan. Kita sudah jengah dengan keluhan kekurangan pasokan bahan baku setiap kali industri kehutanan, khususnya pulp dan kertas menghadapi persoalan. Persis seperti ketika harga pulp anjlok akibat krisis finansial global belakangan ini.


Ketika harga pulp terpangkas lebih dari 15% hanya dalam waktu tiga bulan, industri pulp sontak menyuarakan kekurangan bahan baku dan “terpaksa” melakukan PHK untuk tetap menyelamatkan putaran mesin pabriknya. Sebuah sikap yang disentil Menhut Kaban dengan menyebut pemerintah disandera dengan bahasa krisis bahan baku. Menhut menyatakan, krisis bahan baku bagi industri pulp terjadi karena selama ini mereka lamban melakukan penanaman.(Agro Indonesia, Volume V, No.229 16-22 Desember 2008).


Double Counting

Pertanyaannya, bisakah HTI menjadi tulang punggung industri kehutanan Indonesia? Jika melihat data Dephut terakhir, di awal tahun 2008 sudah terealisasi 3,9 juta ha HTI. Dirjen Bina Produksi Kehutanan Dephut Hadi S. Pasaribu saat refleksi pembangunan kehutanan tahun 2008 bahkan menyebut, hingga tahun 2008 berakhir luas realisasi tanaman HTI mencapai 4,2 juta ha.


Menurut Hadi, luas realisasi tanaman bisa lebih luas jika proses pembangunan HTI tidak mengalami gangguan seperti krisis finansial global dan ketidakpastian hukum. Itu sebabnya, dia berharap adanya kepastian hukum, khususnya untuk perusahaan HTI di Riau, akan semakin mempercepat pembangunan HTI. “Mudah-mudahan tahun 2009 target HTI 5 juta ha bisa tercapai,” kata dia.


Sesuatu yang melegakan. Sebab dengan 5 juta ha dan produktivitas kayu tiap ha diasumsikan 100 m3 saja, Indonesia bisa punya stok tegakan mencapai 500 juta m3.


Meski demikian, tak sedikit kalangan yang meragukan data tersebut. Sejak lama banyak kalangan mensinyalir terjadi double counting untuk realisasi tanam HTI. Artinya, ada tanaman HTI yang sebenarnya masuk daur kedua, dihitung sebagai daur pertama.


Pengamat kehutanan Bintang Simangunsong pernah melakukan analisis terhadap data realisasi tanaman HTI tahun 2007. Dari data tersebut, realisasi pembangunan HTI yang sudah dimulai sejak tahun 1990-an sudah sekitar 3 juta ha dimana 1 juta ha merupakan HTI perkakas dan 2,1 juta sisanya merupakan HTI pulp.


Menurut Bintang, dengan 2,1 juta ha HTI pullp dan daur tebangan selama 7 tahun, maka setiap tahun bisa dipanen areal seluas 300.000 ha. Jika diasumsikan produktivitasnya 150 m3/ha, maka seharusnya kayu yang dipanen mencapai 45 juta m3. “Nyatanya jumlah panen dari HTI pulp tidak sampai jumlah tersebut,” katanya.


Berdasarkan data Dephut, produksi kayu HTI yang dimanfaatkan industri kehutanan pada tahun 2004 sebesar 9,4 juta m3, tahun 2005 sebesar 9,9 juta m3, tahun 2006 sebesar 22 juta m3 dan 2007 sebesar 20,6 juta m3. Sementara untuk tahun 2008, sampai dengan November, kayu dari HTI yang dimanfaatkan untuk industri kehutanan sebesar 19,6 juta m3. dari situ tergambar, produksi kayu HTI memang menunjukkan kenaikan, namun tetap saja jumlahnya jauh di bawah produksi yang seharusnya.

Menurut Bintang, ada beberapa kemungkinan yang menjelaskan hal tersebut. “Bisa saja terjadi, mutu hutannya di beberapa tempat buruk sehingga produktivitasnya turun atau kejadian tak terduga seperti bencana alam. Namun kalaupun itu terjadi, seharusnya jumlah produksi kayu HTI tidak menunjukkan ketimpangan dengan laporan realisasi tanamnya. Ini menunjukkan kalau dugaan adanya double counting memang terjadi,” tutur dia.


Pemerintah pun diminta untuk melakukan audit menyeluruh terhadap laporan realisasi tanam HTI. Apalagi, untuk melakukan hal itu bukan hal sulit. Sebab, setiap perusahaan pasti mempunyai buku laporan tahunan standing stok tegakan yang dimiliki. Lagipula, tak banyak pemain besar di bidang HTI. Hanya ada Raja Garuda Mas, Sinar Mas dan Marubeni. Kebanyakan perusahaan-perusahaan HTI berafiliasi dengan tiga kelompok usaha tersebut. “Audit bisadilakukan dengan mengecek laporan produksi dikombinasikan dengan pengecekan lapangan,” kata Bintang.


Dia mengingatkan, data realisasi HTI sangat penting untuk menentukan masa depan sektor kehutanan Indonesia. Lewat data tersebut, tergambar persediaan bahan baku yang lestari untuk industri kehutanan Indonesia. “Jangan sampai industri pulp terus dibangun tampa memperhitungkan pasokan bahan baku yang tersedia. Pengalaman di masa lalu seharusnya dijadikan pelajaran,” katanya.


Pastinya, tak bakal rugi jika HTI yang berafiliasi dengan industri pulp mempercepat penanamannya. Langkah-langkah pemerintah yang membuat iklim pengusahaan hutan, termasuk HTI, seharusnya bisa dijawab dengan menggenjot luas tanaman. Jadi, apa yang digadang-gadangkan selama ini dengan menyebut HTI sebagai tulang punggung sektor kehutanan benar-benar bisa terwujudkan.

No comments:

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.