HOME _.:._ BLOG _.:._ BUSINESS _.:._ PHOTO _.:._ SEARCH

Wednesday, January 28, 2009

Tak Pernah Ada Larangan Penggunaan Kayu Alam

Kasus dugaan pembalakan liar yang dituduhkan kepada sejumlah perusahaan Hutan Tanaman Industri di Riau memang sudah selesai. Kepolisian secara resmi sudah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Desember 2008 lalu setelah proses penyidikan berlarut-larut yang memakan waktu dua tahun.


Namun kisah dibalik itu belum usai. Ya terkait dengan kasus tersebut, Menteri Kehutanan MS Kaban melonggarkan kebijakan pelarangan penggunaan kayu dari hutan alam bagi industri pulp dan kertas. Menhut menyatakan akibat adanya kasus dugaan pembalakan liar, pembangunan hutan tanaman terganggu. “Tanaman dengan daur panen enam-tujuh tahun, bahkan terpaksa harus dipanen lebih awal. Akibatnya, kurva kelas umur stok tegakan yang dimiliki HTI tidak teratur,” jelas Kaban.


Selain itu, banyak perusahaan hutan tanaman lainnya yang khawatir dikenakan tuduhan serupa dan membuat realisasi tanaman dan pembangunan HTI terganggu.


“Penanaman HTI terganggu dua tahun terakhir dan butuh setidaknya dua tahun untuk mengambalikan kurva stok tegakan kembali normal. Jadi saya kira tidak apa-apa kalau industri pulp mempergunakan kayu hutan alam sampai 2014,” katanya.


Pernyataan Menhut Kaban mendapat tentangan keras dari kalangan LSM. Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI) Wirendro Sumargo menyatakan, kebijakan ini akan semakin memperburuk kondisi hutan. Oleh karena itu pemerintah harus mencabut kebijakan tersebut dan menetapkan kebijakan penghentian bahan baku kayu dari hutan alam untuk industri pulp serta merasionalisasi kapasitas industri pulp sesuai dengan kemampuan HTI-nya. “Selama ini pemerintah banyak mengeluarkan kebijakan sektoral yang semata-mata berorientasi pada peningkatan pendapatan, eksploitatif dan tidak berkelanjutan,” katanya.


Menurut Wirendro, untuk kekurangan bahan baku bagi industri pulp dan kertas bisa dipenuhi dari pembelian kayu hutan tanaman dalam negeri atau impor, sampai panen HTI-pulp-nya mencukupi.

Sebaliknya Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menilai kebijakan Menhut Kaban adalah tepat. Pasalnya, kata Direktur Eksekutif APHI Nanang Roffandi Ahmad, butuh waktu yang lebih leluasa untuk menanami seluruh kawasan hutan tanaman setelah penanamannya sempat terganggu dua tahun terakhir. “Kebijakan Menhut adalah solusi jangka pendek yang bisa diambil untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pulp,” katanya.


Nanang juga meminta publik tidak keliru soal terminologi kayu dari hutan alam. Menurut Nanang, yang dimaksud dengan kayu dari hutan alam adalah kayu yang berasal dari penyiapan areal (landclearing) kawasan hutan produksi yang memang sudah dibebani izin pengelolaan hutan tanaman. “Itu adalah kayu yang masih bisa dimanfaatkan sebagai bridging material produksi pulp yang berasal dari penyiapan areal HTI. Jadi bukan kayu dari hutan produksi yang dikelola dalam bentuk HPH atau bahkan dari kawasan hutan yang tanpa izin,” katanya.


Nanang menjelaskan, munculnya dugaan kasus pembalakan liar dua tahun terakhir memang membuat perusahaan HTI banyak melakukan panen dini terhadap tegakannya. Itu dilakukan setelah stok bahan baku yang dimiliki di pabrik tandas. Akibatnya, kurva tegakan hutan tanaman tidak normal. Banyak kelompok tanaman yang berusia muda sementara kelompok tanaman yang berusia panen minim.

Dia melanjutkan, untuk melakukan pembenahan dan menormalkan kurva tegakan hutan butuh upaya yang besar. Sebab, penanaman perlu dilakukan di areal yang lebih luas dan butuh jangka waktu sebelum tanaman mulai masuk masa panen. “Effort yang dikeluarkan mesti lebih besar karena areal yang ditanam lebih besar karena diluar rencana kerja tahunan yang sudah ada harus juga menanami areal yang dipanen dini,” katanya.


Upaya yang lebih keras untuk menormalkan kurva stok tegakan yang dilakukan oleh perusahaan HTI dilihat Nanang akan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Semakin luas areal penanaman hutan tanaman, semakin banyak pula tenaga kerja yang akan terserap. “Di tengah kondisi krisis finansial global saat ini, adanya penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar tentu saja hal yang positif,” katanya.


Percepatan

Bagi yang menelusuri dengan cermat, apa yang dinyatakan oleh Menhut Kaban sebenarnya bukan hal baru. Sebab, ketentuan yang melarang penggunaan kayu dari hutan alam untuk industri pulp dan kertas sejatinya tak pernah ada.


Di era Menteri Kehutanan dijabat oleh M. Prakosa, memang pernah diterbitkan SK Menhut No. 162/2003 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman untuk Pemenuhan bahan baku Industri Pulp dan Kertas. Aturan ini yang kemudian mencuat sebagai larangan penggunaan kayu dari hutan alam untuk industri pulp dan kertas.


Ketentuan itu sendiri kemudian dicabut oleh Menhut Prakosa seiring dengan diterbitkannya SK Menhut No.101/2004 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas. Seperti aturan sebelumnya, SK Menhut No.101/2004 juga tak menyebutkan soal pelarangan penggunaan kayu dari hutan alam untuk industri pulp.


Ketentuan soal percepatan pembangunan hutan tanaman didorong oleh lambannya penanaman areal HTI. Lewat ketentuan tersebut, perusahaan HTI yang terintegrasi dengan industri pulp dipaksa untuk menanam seluruh arealnya sebelum tahun 2009. Nah, dalam proses penanaman kayu hasil penyiapan areal boleh dipergunakan untuk industri pulp. Jadi logikanya, kalau seluruh areal HTI yang terintegrasi dengan industri pulp sudah tertanami pada tahun 2009, tak ada lagi kayu hutan dari penyiapan areal yang bisa dimanfaatkan oleh industri pulp.


Di sisi lain, terbitnya ketentuan tentang percepatan pembangunan hutan tanaman juga dimaksudkan untuk melindungi kawasan hutan bernilai konservasi tinggi yang mungkin ada di areal yang sudah dibebani izin HTI. Itu sebabnya diatur agar perusahaan HTI melakukan deliniasi makro dan mikro untuk menyelamatkan kawasan lindung yang ada.


Ketentuan soal percepatan pembangunan hutan kemudian diperluas dan tak lagi spesifik mengatur industri pulp dan kertas tapi juga industri primer kehutanan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No. P.23/Menhut-II/2005 jo Permenhut No. P.44/Menhut-II/2005 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman Untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Hasil Hutan Primer.


Aturan itu pun sudah resmi dicabut dan kini digantikan oleh Permenhut No.P.3/Menhut-II/2008 tentang Deliniasi Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman yang ditandatangani Menhut Kaban 6 Februari 2008.

No comments:

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.