HOME _.:._ BLOG _.:._ BUSINESS _.:._ PHOTO _.:._ SEARCH

Wednesday, June 24, 2009

Coral Triangle Initiative (CTI)

Inisiatif Indonesia Selamatkan Bumi


Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) pernah membuat laporan menyeramkan. Dalam lima tahun mendatang akan terjadi kenaikan suhu minimum dan maksimum permukaan bumi antara 0,5 hingga 1,5 derajat Celcius. Kenaikan ini akan berakibat fatal, terutama bagi negara kepulauan. Hal itu terjadi akibat pemanasan global dan perubahan iklim yang saling mempengaruhi secara timbal-balik.


Kenaikan suhu bumi ini bakal mempercepat melelehnya es di kutub dan berujung naiknya permukaan air laut secara drastis. Fenomena tersebut akan mengancam negara-negara kepulauan di Pasifik, yang daratannya rata-rata hanya empat meter di atas permukaan laut. Bahkan, dalam waktu singkat, akibat pemanasan global dan perubahan iklim yang tidak terkendali akan menenggelamkan negara-negara kepulauan. Selain itu, akan terjadi pula sedimentasi yang menutup ekosistem pesisir seperti terumbu karang, mangrove dan padang lamun.


Mengingat yang bicara adalah para ilmuwan dari seluruh dunia, peringatan tersebut memang sangat serius. Hal itu terlihat dari munculnya kekhawatiran negara-negara yang bergabung dalam Alliance of Small Island States (AOSIS) saat konferensi United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Bali. Dari sinilah kemudian negara-negara kepulauan di Pasifik – di antaranya Marshall Islands, Kiribati, Tuvali, Mikronesia, Pulau Elias dan Vanuatu – meminta dan mengharapkan Indonesia sebagai leader untuk mengangkat isu tenggelamnya pulau akibat pemanasan global tersebut di forum PBB.


Inisiatif ini yang kemudian dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan APEC di Sydney. Indonesia mengajak negara-negara di dunia, khususnya di kawasan Asia Pasifik, untuk menjaga dan melindungi kawasan segitiga karang dunia yang dikenal dengan nama Coral Triangle.

Dari sini pula akhirnya Indonesia bersama lima negara lainnya, yakni Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini dan Kepulauan Salomon, mengumumkan sebuah inisiatif perlindungan terumbu karang yang disebut Coral Triangle Initiative (CTI). Inisiatif tersebut juga telah mendapatkan dukungan dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia.


Sebegitu pentingkah menjaga ekosistem terumbu karang? Jawabnya, ya. “Kawasan coral triangle memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia. Lebih dari 120 juta orang hidupnya bergantung pada terumbu karang dan perikanan di kawasan tersebut. Apalagi, Coral Triangle merupakan kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP), Freddy Numberi.


MenKP menjelaskan, kawasan coral triangle mencakup 6 negara dengan luas total terumbu karang 75.000 km2. Indonesia sendiri memiliki luas terumbu karang sekitar 51.000 km2 yang menyumbang lebih dari 21% luas terumbu karang dunia. Namun, pemanasan global telah membawa ancaman terhadap terumbu karang kawasan coral triangle – yang merupakan jantung kawasan segitiga karang dunia (heart of global coral triangle).


Pemanasan global telah meningkatkan suhu air laut sehingga terumbu karang menjadi stres dan mengalami pemutihan atau bleaching. Jika ancaman tersebut terus berlangsung, terumbu karang akan mengalami kematian. “Sayangnya, hingga kini perhatian dunia terhadap laut masih sangat minim. Terbukti, 48% karbon hasil pembakaran bahan bakar fosil di buang ke laut, sehingga konsentrasi karbon dioksida di laut meningkat tinggi,” tandas MenKP.


Laut penyelamat bumi

MenKP menegaskan, selain kawasan hutan, laut juga dikenal sebagai paru-paru dunia yang berperan utama menyerap gas karbon dioksida (CO2). Melalui berbagai organisme laut yang melimpah seperti terumbu karang, hutan bakau, dan padang lamun serta biota kecil seperti plankton atau mikroalga, eksistem laut ternyata berkemampuan dan menjadi solusi menghadapi fenomena tersebut. Bahkan, potensi laut menyerap CO2 dapat lebih tinggi dibanding hutan di darat.


“Laut menyerap karbon 50 kali dibanding atmosfer. Laut juga mampu melepas karbon 90 miliar ton/tahun dan menyerap karbon 92 miliar ton/tahun. Bandingkan dengan vegetasi darat yang melepas karbon 60 miliar ton/tahun dan menyerap karbon 61 miliar ton/tahun. Bahkan, 50% oksigen yang dihirup manusia berasal dari fotosintesa di laut,” paparnya.


Menurut MenKP, laut menyerap CO2 dari atmosfer dalam jumlah yang sangat besar dan menyimpannya, yakni sekitar 245,6 juta ton/tahun atau seperempat CO2 yang dihasilkan pembakaran bahan bakar fosil. Bahkan, laut Indonesia dengan terumbu karang mencapai 75.000 km2 serta 6,7 juta hektare kawasan konservasi laut bekontribusi menyerap 43,6% karbon dioksida dunia.


Di beberapa bagian laut, CO2 yang tersimpan selama berabad-abad berperan sangat besar mengurangi pemanasan global. Namun, kemampuan laut menyerap CO2 akan berkurang jika ekosistem laut semakin mengalami kerusakan. Indonesia yang memiliki wilayah lautan 70% dari total wilayahnya tentunya memiliki kandungan biomassa yang jauh lebih banyak. “Kekayaan ekosistem laut Indonesia berprospek sebagai alternatif menekan pemanasan global dan perubahan iklim di masa mendatang,” tegasnya.


Ketahanan pangan

Terbentuknya CTI sendiri tidak lepas dari gagasan cemerlang yang dilontarkan Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Kehutanan dengan LSM The Nature Conservation dan WWF Indonesia. Mereka kini terus menyuarakan dan mensosialisasikan CTI sehingga mendapatkan dukungan yang lebih besar dari masyarakat internasional.


Apalagi, perlindungan terhadap keanekaragaman hayati laut, terutama terumbu karang melalui CTI, sangat erat kaitannya dengan ketahanan pangan dan upaya mengurangi kemiskinan. Pasalnya, fungsi penting terumbu karang adalah sebagai tempat berkembang biak, mencari makan dan berlindung bagi ikan dan biota laut lainnya. “Jika terumbu karang terjaga baik, maka sumber perikanan juga akan terus memberikan pasokan makanan bagi manusia,” ujar MenKP.


Target

Bagi Indonesia, kata MenKP, program kawasan konservasi laut (marine conservation area) di masa mendatang akan berdampak pada kelestarian ekosistem laut, khususnya ekosistem pesisir. Ekosistem pesisir yang dibentuk tiga ekosistem utama, yaitu ekosistem terumbu karang, mangrove, dan padang lamun merupakan habitat ikan dan sumber kehidupan masyarakat pesisir, serta pelindung pantai sebagai filter alami selain berbagai manfaat lainnya.


Oleh karena itu, Indonesia menargetkan perluasan kawasan konservasi laut dengan menetapkan kawasan seluas 20 juta hektare (ha) sampai tahun 2020. “Indonesia telah mengkonservasi kawasan laut seluas 6,7 juta ha. Kemudian ditingkatkan menjadi 10 juta ha pada tahun 2010 dan 20 juta ha pada tahun 2020,” jelasnya.


MenKP menegaskan, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki kepentingan untuk menyelamatkan sumber daya pesisir itu secara berkelanjutan dari ancaman pemanasan global dan perubahan iklim. Pada konteks pelestarian dimaksud, DKP menargetkan 10% dari ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir ditetapkan sebagai kawasan konservasi laut tahun 2010.


Salah satu program yang mengemban pencapaian dimaksud adalah Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang yang menetapkan marine management area (MMA) dan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) di setiap kabupaten/kota. “Suatu langkah yang tepat dan strategis jika Indonesia berinisiatif untuk menyuarakan sekaligus memimpin CTI, mengingat Indonesia merupakan negara dengan terumbu karang terluas di dunia dan keanekaragaman terumbu karang tertinggi di dunia,” tegas MenKP.

No comments:

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.